Jakarta – Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Siswono Yudo Husodo mengingatkan Presiden terpilih, Prabowo Subianto bahwa wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming tersandung masalah asas kepatutan.
Menurut Siswono, asas kepatutan merupakan hal fundamental. Dia mengatakan keadaban suatu bangsa diukur dari seberapa peka dan taat terhadap asas kepatutan. Semakin tidak peka suatu bangsa terhadap asas kepatutan, semakin makin tidak beradab bangsa tersebut.
“Saya melihat, bahwa keadaban suatu bangsa itu antara lain diukur dari kepekaannya terhadap kepatutan. Peka terhadap apa yang baik dan tidak baik, peka terhadap apa yang boleh dan tidak boleh. Peka terhadap yang pantas dan tidak pantas,” kata Siswono di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (27/9).
“Makin tidak peka, makin tidak beradab bangsa ini. Pak Prabowo jangan diteruskan yang kurang-kurang patut ini, yang tidak patut ini jangan diteruskan,” imbuhnya.
Eks menteri era Presiden Soeharto itu mengaku belum bisa mengukur kiprah Gibran Rakabuming sebagai wapres terpilih pendamping Prabowo dibanding wapres-wapres sebelumnya. Siswono memuji para wapres pendahulu sebagai begawan dan tokoh di bidangnya masing-masing.
Dia misalnya menyebut wapres pertama, Mohammad Hatta sebagai Proklamator kemerdekaan. Wapres kedua, Sri Sultan Hamengkubuwono, Wapres ketiga Adam Malik seorang wartawan senior, Wapres Era Gus Dur BJ Habibie, Hamzah Haz, Jusuf Kalla era SBY, Boediono seorang begawan ekonomi, hingga Ma’ruf Amin sebagai Ketua MUI.
“Berikutnya kita akan mendapat wapres yang saya belum bisa mengukur, asas kepatutan. Ini yang saya sebut asas kepatutan yang menurun tajam,” ucap eks politikus senior Partai NasDem itu.
Pada kesempatan itu, PA GMNI sekaligus menyampaikan sikap politik mereka terhadap kondisi demokrasi, pemerintahan, dan hukum yang dinilai kian memprihatinkan baru-baru ini. Sekjen PA GMNI, Abdy Yuhana menilai arah negara saat ini kian jauh dari asas Pancasila.
PA GMNI terutama menyoroti pemaksaan kehendak yang melanggar konstitusi dan itu dianggap lumrah. Penyimpangan wewenang itu menurut mereka dilakukan oleh pembuat, pelaksana, maupun pengawas UU.
Dengan kondisi itu, mereka pun menyampaikan lima tuntutan kebangsaan untuk memperbaiki arah Bangsa ke depan. Lima tuntutan itu mulai dari mendorong pelaksanaan janji kemerdekaan, kepatuhan terhadap konstitusi, pelaksanaan merit sistem, pengutamaan asas moral, hingga perbaikan demokrasi.
“Lima hal yang menjadi tuntutan kebangsaan di atas disusun karena kesadaran terhadap koreksi dan pandangan yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia atas jalannya Pemerintahan Negara Republik Indonesia yang terjadi setelah Reformasi pada tahun 1998, khususnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir,”.
Sumber : CNN Indonesia