Oleh : Dimas Muhammad Erlangga
Kader DPC GmnI Bandung
Apakah Betul Nasionalisme Sebagai Penghalang Bagi Revolusi Kelas?
Dalam perdebatan teori politik dan sosial, pertanyaan apakah nasionalisme menjadi penghalang bagi revolusi kelas sering muncul. Nasionalisme, yang mengedepankan kesetiaan kepada negara dan identitas bangsa, dianggap oleh banyak teoretisi marxis sebagai sesuatu yang dapat melemahkan solidaritas kelas pekerja internasional. Di sisi lain, nasionalisme juga dianggap penting dalam menggalang dukungan untuk perubahan sosial di negara-negara yang pernah dijajah. Jadi, apakah nasionalisme benar-benar menghalangi revolusi kelas, atau dapatkah keduanya berjalan beriringan?
Pemahaman Tentang Nasionalisme dan Revolusi Kelas
Nasionalisme adalah ideologi yang menekankan identitas bersama berdasarkan faktor-faktor seperti bahasa, budaya, sejarah, atau wilayah geografis. Ide ini sering dimanfaatkan oleh negara untuk menciptakan rasa persatuan dan kesetiaan warga negara terhadap bangsa mereka. Namun, dalam konteks revolusi kelas, nasionalisme dianggap kontradiktif oleh kaum Marxis.
Menurut teori Marxis, sejarah peradaban manusia didominasi oleh perjuangan kelas, terutama antara kaum proletar (kelas pekerja) dan kaum borjuis (pemilik modal). Revolusi kelas bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan borjuis dan membangun masyarakat tanpa kelas, di mana distribusi sumber daya menjadi adil. Dalam pandangan ini, solidaritas internasional kelas pekerja menjadi inti dari pergerakan revolusioner.
Namun, ketika nasionalisme muncul, seringkali ia menciptakan identitas berdasarkan bangsa, bukan kelas. Identitas nasional bisa meredam kesadaran kelas pekerja bahwa mereka memiliki kepentingan yang sama dengan pekerja di negara lain. Solidaritas kelas yang seharusnya bersifat global dan lintas batas menjadi terbatas pada loyalitas terhadap negara sendiri. Ini bisa menjadi hambatan bagi terwujudnya revolusi kelas global yang diharapkan.
Nasionalisme Sebagai Penghalang atau Alat?
Salah satu kritik utama terhadap nasionalisme dalam konteks perjuangan kelas datang dari para Marxis ortodoks seperti Karl Marx dan Friedrich Engels. Marx berpendapat bahwa nasionalisme adalah instrumen yang digunakan oleh kelas penguasa untuk membagi dan mengendalikan kelas pekerja. Dengan memicu sentimen nasionalisme, kelas borjuis dapat mencegah pekerja untuk bersatu dengan pekerja dari negara lain dan memperkuat sistem kapitalis yang ada. Dalam “Manifesto Komunis,” Marx dan Engels menekankan pentingnya solidaritas internasional dan menyebut bahwa pekerja tidak memiliki tanah air, karena kondisi ketertindasan mereka serupa di semua negara kapitalis.
Sementara itu, Lenin, pemimpin Revolusi Rusia, memiliki pandangan yang lebih nuansial tentang nasionalisme. Lenin percaya bahwa di negara-negara yang masih dijajah, nasionalisme bisa memainkan peran progresif. Ia melihat bahwa gerakan nasionalis anti-kolonial dapat membantu menghancurkan dominasi imperialisme dan membuka jalan bagi revolusi sosialis. Namun, setelah kemerdekaan dicapai, nasionalisme harus ditinggalkan demi perjuangan kelas internasional.
Pemimpin gerakan revolusioner lainnya seperti Mao Zedong juga memanfaatkan nasionalisme dalam membangun dukungan untuk perjuangan rakyat Tiongkok melawan kolonialisme dan kapitalisme. Dalam kasus ini, nasionalisme dianggap sebagai alat yang diperlukan untuk menggerakkan rakyat sebelum mencapai tujuan revolusioner yang lebih besar, yaitu masyarakat tanpa kelas.
Nasionalisme dan Globalisasi: Ancaman bagi Kelas Pekerja?
Nasionalisme sebagai penghalang revolusi kelas tidak hanya terlihat dalam konteks perjuangan sejarah tetapi juga dalam dinamika globalisasi modern. Dalam era globalisasi, kelas pekerja semakin dihadapkan pada tantangan akibat eksploitasi tenaga kerja lintas batas. Korporasi multinasional dapat memindahkan produksi ke negara-negara dengan biaya tenaga kerja yang lebih rendah, melemahkan serikat pekerja, dan menciptakan kompetisi tidak sehat antar negara pekerja.
Namun, bukannya menumbuhkan solidaritas kelas global, gelombang nasionalisme justru meningkat di banyak negara. Kebijakan proteksionis, anti-imigran, dan sentimen anti-globalisasi sering diusung oleh para politisi nasionalis, dengan dalih “melindungi” tenaga kerja lokal dari imigran dan pekerja asing. Sebagai contoh, kebangkitan politik nasionalis di Amerika Serikat dan Eropa sering menggunakan retorika bahwa imigrasi mengancam pekerjaan warga negara asli, meskipun para pekerja dari negara lain seringkali juga berada dalam situasi ketertindasan yang sama.
Alih-alih melawan kapitalisme global dan menciptakan solidaritas pekerja lintas batas, nasionalisme sering menjadi penghalang bagi kelas pekerja untuk memahami kepentingan bersama mereka dengan pekerja di negara lain. Ini menjelaskan mengapa nasionalisme, terutama yang berbasis eksklusifitas, sering menjadi hambatan bagi tercapainya revolusi kelas yang bersifat internasional.
Kesempatan Bagi Nasionalisme Progresif
Meskipun banyak argumen yang mengemukakan bahwa nasionalisme adalah penghalang bagi revolusi kelas, ada sudut pandang lain yang mengakui potensi nasionalisme sebagai kekuatan revolusioner. Di negara-negara dunia ketiga atau negara pasca-kolonial, nasionalisme sering kali tidak hanya dimaknai sebagai kesetiaan kepada negara, tetapi juga sebagai simbol perlawanan terhadap imperialisme, kolonialisme, dan ketidakadilan global.
Dalam konteks ini, nasionalisme dapat berfungsi sebagai alat mobilisasi massa yang penting, terutama untuk menciptakan perlawanan terhadap kekuatan-kekuatan asing yang menindas. Gerakan nasionalis yang menyertakan dimensi sosial dan ekonomi bisa menjadi awal dari transformasi revolusioner yang lebih dalam, termasuk perjuangan kelas. Namun, penting untuk diingat bahwa setelah kekuasaan kolonial atau imperial berhasil dikalahkan, fokus perlu dialihkan pada perjuangan kelas yang lebih mendasar.
Kesimpulan
Nasionalisme, baik dalam bentuknya yang konservatif maupun progresif, memang bisa menjadi penghalang bagi revolusi kelas, terutama ketika ia menekankan loyalitas pada negara di atas solidaritas kelas global. Namun, dalam konteks negara-negara yang dijajah atau berada di bawah dominasi imperialisme, nasionalisme bisa menjadi alat penting untuk melawan ketidakadilan dan menyiapkan jalan menuju perubahan sosial yang lebih besar.
Maka, jawaban apakah nasionalisme selalu menjadi penghalang bagi revolusi kelas tidaklah sederhana. Nasionalisme bisa menjadi hambatan jika ia menciptakan perpecahan dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas solidaritas kelas. Namun, di sisi lain, nasionalisme bisa menjadi alat sementara yang dibutuhkan untuk membebaskan negara dari dominasi luar, sebelum akhirnya beralih pada perjuangan kelas yang lebih mendasar dan universal.
Penulis Artikel:
1. Marx, Karl, and Friedrich Engels. Manifesto of the Communist Party. 1848.
2. Lenin, Vladimir Ilyich. Imperialism, the Highest Stage of Capitalism. 1917.
3. Anderson, Benedict. Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. 1983.
4. Fanon, Frantz. The Wretched of the Earth. 1961.
5. Zedong, Mao. On New Democracy. 1940.