Konsep Dasar Marhaenisme
Ide yang mendasari Soekarno dalam merumuskan Marhaenisme diawali dari penelusuran historis yang dialami pada saat itu, yaitu kolonialisme Belanda yang menurut Soekarno menyebabkan kesengsaraan rakyat dan kemajemukkan masyarakat Indonesia dalam suku, budaya, agama maupun aliran-aliran politik. Dari penelusuran historis tersebut membuat Soekarno mencari cara bagaimana mempersatukan masyarakat Indonesia yang majemuk tersebut. Mengenai banyaknya aliran politik yang terjadi pada saat itu, Soekarno menawarkan jalan keluar yaitu dengan ide menyatukan aliran-aliran tersebut dengan ide NASAKOM (Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme). Soekarno menawarkan ide tersebut dikarenakan masing-masing aliran memiliki tujuan yang sama namun berjuang sendiri-sendiri.
Berdasarkan dari penelusuran historis tersebut, Soekarno berupaya untuk menggalang rasa sentimen kebangsaan rakyat Indonesia yang pada saat itu tercerai berai. Dimulai dengan menawarkan ide tentang nasionalisme serta merumuskan model nasionalisme yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Konsep nasionalisme Soekarno sangat dipengaruhi oleh pemikiran Ernest Renan (1882) dengan pendapatnya tentang bangsa. Menurut Renan bangsa adalah suatu nyawa, suatu azas-akal, yang terjadi dari dua hal:
- Rakyat itu dari awal harus bersama-sama menjalani suatu riwayat.
- Rakyat itu sekarang harus mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Bukan sekedar jenis ras, bahasa, agama, persamaan kebutuhan dan batas-batas negeri yang menjadi bangsa.
Nasionalisme Soekarno berawal dari suatu bangsa, yaitu rakyat. Pengertian rakyat dalam konsep bangsa di atas adalah sekumpulan manusia yang secara historis mempunyai kesamaan riwayat, kemauan dan keinginan untuk menjadi satu.
Penekanan dalam konsep nasionalisme Soekarno, yaitu tentang kesadaran akan nasib. Apa yang diinginkan oleh Soekarno adalah adanya perubahan nasib dari bangsa yang tertindas dan terjajah menjadi bangsa yang merdeka dan memiliki harga diri.
“Nasionalisme adalah suatu itikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu adalah satu golongan, satu bangsa…. Rasa nasionalistis itu akan menimbulkan suatu rasa percaya akan dirinya sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali untuk mempertahankan diri di dalam perjuangan menempuh keadaan-keadaan yang mau mengalahkan kita.”
Di atas disebutkan bahwa nasionalisme adalah keinsyafan (kesadaran) rakyat. Untuk menyadarkan dan membangkitkan rakyat, Soekarno menyebutkan ada tiga cara yaitu:
- Menunjukkan kepada rakyat, bahwa mereka punya masa lalu adalah masa lalu yang indah.
- Membangkitkan kesadaran rakyat, bahwa mereka punya masa kini adalah masa kini yang gelap.
- Memperlihatkan kepada rakyat sinarnya masa depan yang berseri- seri dan terang, serta cara mendatangkan masa depan yang penuh dengan janji-janji itu.
Dari pengertian nasionalisme di atas, Ruslan Abdulgani merumuskan tiga aspek nasionalisme Indonesia. Pertama, aspek politik, bersifat menumbangkan dominasi politik bangsa asing untuk menggantikannya dengan suatu sistem pemerintahan yang demokratis. Kedua, aspek sosial-politik, bersifat menghentikan eksploitasi ekonomi asing, dan membangun masyarakat baru yang bebas dari kemelaratan dan kesengsaraan. Ketiga, aspek kultural, bersifat menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Dari konsep nasionalisme tersebut, Soekarno merasa perlu adanya ideologi yang mampu menjembatani antara ide tentang negara yang diinginkan oleh rakyat Indonesia dengan realitas masyarakat Indonesia.
Nasionalisme Soekarno yang disebut sebagai sosio-nasionalisme. Sosio- nasionalisme diambil dari kata sosio yang berarti masyarakat dan nasionalisme yang berarti perasaan yang mengikat atas dasar kesamaan asal-usul, rasa memiliki, hubungan yang erat. Jadi sosio-nasionalisme adalah nasionalisme masyarakat, nasionalisme yang mencari keselamatan seluruh masyarakat dan bertindak sesuai dengan keadaan masyarakat tersebut.
Nasionalisme Soekarno adalah nasionalisme yang sadar akan keadaan masyarakat yang menderita karena penindasan imperialisme dan sadar akan keharusan menentang dan meruntuhkannya agar dapat mendirikan suatu masyarakat baru yang adil dan makmur tanpa penderitaan, serta bersandarkan atas azas perikemanusiaan. Sosio-nasionalisme ini merupakan prinsip awal Marhaenisme. Konsep ini digunakan pada masa perjuangan.
Prinsip kedua adalah sosio-demokrasi di mana konsep ini digunakan setelah Indonesia merdeka, sosio-demokrasi bukan hanya demokrasi politik yang menitikberatkan pada kekuasaan kelembagaan melainkan juga mencakup bidang ekonomi yang menekankan bahwa setiap warga negara memiliki hak, kewajiban dan perlakuan yang sama dalam bidang ekonomi. Kedua prinsip tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling berhubungan. Konsep sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi kemudian dalam kongres Partindo 1933 dijadikan sinonim dari istilah Marhaenisme.
Soekarno memberi penegasan terhadap konsep sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, yakni membebaskan seluruh rakyat Indonesia dari belenggu kemiskinan dan kesengsaraan.
“Sosio-nasionalisme adalah nasionalisme marhaen, dan menolak tiap tindak borjuisme yang menjadi sebabnya kepincangan masyarakat itu. Jadi: sosio-nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi – suatu nasionalisme yang bermaksud mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan negeri dan rezeki….. Sosio-demokrasi adalah timbul karena sosio-nasionalisme.”
Konsep Marhaenisme yang merupakan sinonim dari konsep sosio- nasionalisme dan sosio-demokrasi merupakan dasar sendi sistem pemerintahan yang bukan hanya memiliki ciri demokrasi dalam bidang politik saja, melainkan juga mencakup sendi demokrasi ekonomi. Konsep ini membedakan sistem demokrasi Barat yang hanya mencakup sendi politik saja dengan sistem demokrasi yang diinginkan oleh Marhaenisme Soekarno.
Ide sentral dari Marhaenisme yang mencakup aspek demokrasi politik dan ekonomi, sama halnya dengan ide sentral yang terkandung dalam tema demokrasi, yaitu partisipasi rakyat. Dalam demokrasi politik dituntut tersedianya ruang bagi rakyat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam sistem politik, sama halnya dengan demokrasi ekonomi, Soekarno mensyaratkan dilibatkannya partisipasi rakyat dalam sistem ekonomi. Partisipasi rakyat yang terangkan dalam demokrasi sendiri telah memberikan arti pada pemanfaatan secara optimal segenap potensi rakyat dalam segi politik maupun segi ekonomi. Pengelolaan potensi ekonomi yang bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini dikelola dengan sistem padat karya.
Lanjut Baca >> Bagian 4