Sejarah Kelahiran dan Perkembangan Marhaenisme
Pada tahun 1920-an kehidupan ekonomi di Indonesia masih bergantung pada pertanian dan pekebunan. Belum banyak industri berdiri dan belum banyak kaum buruh miskin. Untuk menggerakkan revolusi di Indonesia tidak mungkin mengandalkan kaum buruh yang jumlahnya hanya sedikit. Soekarno menemukan cara untuk menggerakkan revolusi setelah menemukan seorang petani yang bernama Marhaen. Petani tersebut memiliki lahan, memiliki alat dan bekerja untuk dirinya sendiri, namun kehidupannya masih miskin. Banyak rakyat miskin yang ditemui Soekarno adalah orang-orang yang berkehidupan miskin seperti pak Marhaen. Soekarno menamakan kelompok ini sebagai kelompok Marhaen. Dan Soekarno berpendapat bahwa perubahan akan berhasil jika Marhaen bersatu.
Marhaenisme lahir sebagai suatu ajaran tentang azas dan cara perjuangan rakyat Indonesia dari masyarakat kolonial. Lahirnya Marhaenisme ketika pergerakan kemerdekaan nasional seolah-olah dilumpuhkan oleh imperialisme Belanda. Pergerakan kemerdekaan nasional seluruhnya terkena tindakan keras Belanda, setiap pemimpin baik itu nasionalis maupun Islam dicurigai, dipersempit langkahnya dan ditangkapi.
Dengan menggunakan teori dialektika Marxisme, Soekarno menemukan bahwa adanya pertentangan antara dua kekuatan, yaitu pertentangan antara yang terjajah dengan yang menjajah. Pertumbuhan dan perkembangan imperialisme di Indonesia yang menyebabkan penderitaan rakyat. Soekarno berpendapat bahwa rakyat Indonesia dapat menghentikan penderitaan tersebut dengan melakukan perlawanan dengan membentuk kekuatan dalam suatu organisasi dan ruh dari pembentukan kekuatan rakyat itu adalah nasionalisme.
Rakyat Indonesia yang pada waktu itu sudah bergerak belum dapat memformulasikan secara tegas makna dan tujuan dari nasionalisme Indonesia tersebut. Pada pertengahan tahun 1927 tepatnya pada tanggal 4 Juli 1927 akhirnya ketegasan itu tercapai. Ketegasan formulasi tentang azas dan cara perjuangan tersebut tercapai dengan lahirnya Marhaenisme dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
Tuntutan perbaikan nasib rakyat menggerakkan hatinya. Dalam karangannya yang berjudul Mencapai Indonesia Merdeka, Soekarno berkata:
“Kita bergerak karena kesengsaraan kita, kita bergerak karena ingin hidup yang lebih layak dan sempurna. Kita bergerak tidak karena “ideal” saja, kita bergerak karena ingin cukup makanan,ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin cukup minimum seni dan kultur, -pendek kata kita bergerak karena ingin perbaikan nasib di dalam segala bagian-bagian dan cabang-cabangnya.”
Lanjut Baca >> Bagian 5