Bekasi – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) Bekasi menggelar aksi di depan Polres Bekasi. Aksi ini menuntut keadilan bagi Kakek Beluk, pria 77 tahun asal Setu, Kabupaten Bekasi, yang ditahan oleh pihak Polsek Setu dalam kasus sengketa tanah. GmnImenilai penahanan ini sebagai ketidakadilan yang menimpa masyarakat kecil, khususnya seorang lansia yang mempertahankan tanah keluarganya. Selasa, (12/112024).
Penegakan hukum sebagai panglima tertinggi mungkin hanya sekadar kiasan selama hukum di Indonesia masih bercorak “tumpul ke atas, tajam ke bawah.” Tujuan hukum sebenarnya adalah untuk menghadirkan keadilan bagi seluruh warga negara. Namun, di era saat ini, keadilan semakin sulit diraih oleh masyarakat menengah ke bawah.
Contoh nyata terlihat di Kabupaten Bekasi, di mana seorang kakek bernama Beluk (77 tahun) asal Setu baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polsek Setu atas tuduhan dugaan penganiayaan saat ia berusaha mempertahankan tanah milik keluarganya. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) Bekasi, Christianto Manurung.
Bung Chris, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa pihak keluarga Kakek Beluk dan pendampingnya sebelumnya menemui GmnI Bekasi untuk meminta bantuan. Mereka menyampaikan bahwa pada tanggal 21 Oktober 2024, pihak yang mengklaim telah membeli sebidang tanah milik orang tua Kakek Beluk mulai menebang pohon dan melakukan tindakan lain di area tersebut, yang hingga memicu perselisihan.
Keesokan harinya, 22 Oktober 2024, pihak yang mengklaim kepemilikan tanah kembali melanjutkan aksinya, termasuk memotong pohon di area tanah tersebut dan berencana membongkar kandang kambing milik Kakek Beluk.
Dua pekerja dengan mesin potong kayu datang untuk melaksanakan tugas tersebut. Kakek Beluk, dengan maksud mempertahankan haknya, berupaya menghalangi proses tersebut. Saat itu, terdengar ucapan dari pekerja yang menyebut, “potong aja sekalian, potong sekalian,” sambil mengarahkan mesin potong kayu yang mengancam Kakek Beluk.
Secara spontan, Kakek Beluk mengambil abu yang ada dan menebarkannya ke arah pekerja tersebut sebelum ia berbalik dan meninggalkan lokasi kejadian. (Keterangan ini berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Kakek Beluk).
Setelah insiden tersebut, Kakek Beluk dan keluarganya dilaporkan ke Polsek Setu, hingga akhirnya Kakek Beluk ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada 4 November 2024 malam, setelah sebelumnya ia memenuhi panggilan ke Polsek pada siangnya.
Dalam kasus ini, Bung Chris menegaskan bahwa aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian, seharusnya lebih objektif dan mempertimbangkan nilai kemanusiaan. Meskipun tindakan Kakek Beluk mungkin dianggap tidak sesuai, apakah penahanan terhadap seorang kakek berusia 77 tahun tidak menunjukkan kurangnya penghormatan kepada orang tua? Terlebih lagi, banyak kasus pidana di mana para tersangka hanya dikenai wajib lapor dan masih bebas.
Perlu dicatat bahwa surat penahanan baru diterbitkan pada 5 November 2024 dan baru diterima oleh keluarga pada 8 November 2024. Pada 11 November, Kakek Beluk akhirnya diantar pulang ke rumahnya sehari sebelum aksi digelar.
“Kami menilai tindakan penegak hukum dalam hal ini tidak mempertimbangkan faktor usia dan kondisi sang kakek. Meskipun tindakannya mungkin dianggap salah, sebagai penegak hukum, ada baiknya juga mempertimbangkan sisi kemanusiaan,” tegas Christianto.
Tuntutan GmnIBekasi.
Dalam aksinya, GmnI Bekasi menyampaikan beberapa tuntutan utama:
- Klarifikasi dari Polsek Setu terkait alasan penahanan Kakek Beluk.
- Evaluasi terhadap kinerja Reskrim Polsek Setu yang dinilai kurang mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
- Pemberian keadilan bagi Kakek Beluk, serta pembebasan dari tuntutan yang dianggap tidak adil.
- Desakan pencopotan Kapolsek Setu jika terbukti ada pelanggaran prosedur atau ketidakadilan dalam proses penanganan kasus ini.
Christianto menegaskan, “Hukum diharapkan memberi keadilan bagi seluruh masyarakat, tidak hanya untuk kalangan tertentu. Dalam hal ini, kami meminta agar Polres Bekasi dan jajaran terkait lebih objektif dalam penanganan kasus, khususnya saat menyangkut warga lanjut usia yang jelas tidak memiliki niat kriminal, tetapi sekadar mempertahankan hak milik.”
Aksi Berujung Gesekan.
Aksi massa GmnI diwarnai sedikit ketegangan ketika seorang oknum aparat kepolisian diduga menjatuhkan telepon salah satu peserta aksi yang merekam jalannya protes. Kendati demikian, GmnI Bekasi menegaskan bahwa aksi mereka tetap berjalan damai dan tetap memperjuangkan hak Kakek Beluk yang telah dipulangkan pada 11 November, sehari sebelum aksi dilaksanakan.
GmnI berharap bahwa melalui aksi ini, pihak kepolisian dapat memberikan perhatian lebih terhadap kasus-kasus yang melibatkan warga lanjut usia. “Semoga kasus ini dapat menjadi refleksi bagi kita semua untuk senantiasa menghargai keadilan, terutama bagi masyarakat kecil yang seringkali terpinggirkan dalam sistem,” tutup Christianto.
Sumber: liputan4.com